Sosiologi dan Media

Sabtu, 25 Oktober 2014


1.   Konsep Sosiologi
Sosiologi sendiri  berasal dari bahsa latin, yaitu "socius" yang berarti kawan atau teman sedangkan "logos" berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan pertama kalinya dalam buku yang berjudul Cours De Philosophie Positive karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi, pada umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang memiliki hubungan kepentingan bersama, dan budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat dan perilakunya, serta perilaku sosial manusia dengan cara mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Sebagai suatu ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat dikontrol oleh orang lain atau umum.


Dalam kajian sosiologi sangat sukar merumuskan suatu definisi (batasan makna) yang mengemukakan keseluruhan pengertian, sifat, dan hakikat yang dimaksud dalam beberapa kata dan kalimat. Oleh sebab itu, suatu definisi hanya dapat dipakai sebagai pegangan sementara. Meskipun penyelidikan berjalan terus dan ilmu pengetahuan tumbuh ke arah berbagai kemungkinan, masih juga diperlukan suatu pengertian yang pokok dan menyeluruh.
Untuk patokan sementara, akan diberikan beberapa definisi sosiologi menurut Soekanto (1989:15-16), sebagai berikut:
-          Pitirim Sorokin : Mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dan sebagainya); hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non-sosial (misalnya gejala geografis, biologis, dan sebagainya); dan ciri-ciri umum dari semua jenis gejala sosial.
-          Roucek dan Warren : Mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
-          William F.Ogburn dan Meyer F.Nimkoff : Berpendapat bahwa sosiologi merupakan ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
-          Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi : Menyatakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Selanjutnya menurut mereka, struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial.
Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dengan kehidupan politik, kehidupan hukum dengan kehidupan agama, dan kehidupan agama dengan kehidupan ekonomi. Salah satu proses sosial yang bersifat tersendiri ialah saat terjadinya perubahan-perubahan di dalam struktur sosial.
-          Astrid Susanto : Mengemukakan bahwa sosiologi ialah suatu ilmu mengenai das Sein dan bukan das Sollen. Sosiologi meneliti masyarakat serta perubahannya menurut kenyataan. Sehubungan dengan perkataan “sosiologi, perkataan “sosial” harus ditinjau semua kegiatan yang ada hubungannya dengan masyarakat luas, sesuai dengan perkataan asalnya socius yang berarti teman. Semua ini menunjukkan bahwa sosiologi banyak berhubungan dengan filsafat, sejarah, dan politik karena sosiologi sebenarnya mempelajari gejala hubungan antarmanusia (Latin: socius=kawan); sedangkan ilmu, ia memperoleh sistematika (Logos=menurut aturan dan susunan) di kemudian hari.
Dengan demikian, sosiologi adalah ilmu yang hendak mengerti dan menjelaskan tindakan-tindakan sosial manusia yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat.
Dari berbagai definisi untuk sosiologi sebagai pengertian yang konsepsional dengan yang bersifat pragmatif tersebut, maka dapat disimpulkan:
-          Sosiologi merupaka suatu ilmu sosial, dan bukan merupakan ilmu pengetahuan alam ataupun ilmu kerohanian. Perbedaan tersebut membedakan ilmu-ilmu pengetahuan yang bersangkut-paut dengan gejala-gejala alam dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan gejala-gejala kemasyarakatan. Itulah yang membedakan sosiologi dari astronomi, fisika, geologi, biologi, dan ilmu pengetahuan yang dikenal.
-          Sosiologi bukan merupakan disiplin normatif, melainkan disiplin kategoris yang artinya sosiologi membatasi diri pada peristiwa yang terjadi dewasa ini, bukan peristiwa yang terjadi atau seharusnya terjadi. Sebagai suatu ilmu pengetahuan, sosiologi membatasi diri terhadap persoalan penilaian, artinya sosiologi tidak menetapkan kearah sana mengenai sesuatu yang seharusnya berkembang, dalam arti memberikan petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan-kebijaksanaan kemasyarakatan dan politik. Akan tetapi, pandangan-pandangan sosiologis tidak dapat menilai apa yang buruk dan apa yang baik, apa yang benar atau salah, serta segala sesuatu yang bersangkut-paut dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sosiologi dapat menetapkan bahwa suatu masyarakat pada suatu waktu dan tempat memiliki nilai-nilai tertentu, tetapi selanjutnya tak dapat ditentukan bagaimana nilai-nilai tersebut seharusnya. Di sini, sosiologi berbeda dengan filsafat kemasyarakatan, filsafat politik, etika, dan agama.
-          Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang murni (pure science), bukan merupakan ilmu pengetahuan terapan atau terpakai (applied science). Ilmu pengetahuan yang murni adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak hanya untuk mempertinggi mutunya, tanpa menggunakannya dalam masyarakat. Ilmu terapan atau terpakai adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mempergunakan dan menetapkan ilmu pengetahuan tersebut dalam masyarakat dengan maksud membantu kehidupan masyarakat. Adapun tujuan sosiologi adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang sedalam-dalamnya tentang masyarakat, dan bukan untuk mempergunakan pengetahuan tersebut terhadap masyarakat.
-          Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak, bukan ilmu pengetahuan yang konkret. Artinya, yang di perhatikannya bukan bentuk dan pola-pola peristiwa dalam masyarakat, melainkan wujudnya yang konkret.
-          Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum. Sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip-prinsip atau hukum-hukum dari interaksi antarmanusia dan juga perihal sifat hakikat, bentuk, isi, dan struktur dari masyarakat manusia.
-          Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional sesuai metode yang di pergunakannya.
Menurut Harry M.Johnson (1967), sosiologi jelas merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri karena telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan, yang ciri-ciri utamanya adalah :
1.      Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat, serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
2.      Sosiologi bersifat teoritis yang berarti ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
3.      Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas, serta memperhalus teori-teori yang lama.
4.      Sosiologi bersifat non-etis yang berarti yakni dipersoalkan bukanlah baik-buruknya fakta tertentu, tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.
Sosiologi meneliti kehidupan manusia sebagai kenyataan. Ini berarti bahwa dari berbagai kejadian yang nyata secara logis dan sistematis. Adapun yang dijadikan bahan penelitiannya ialah segala sesuatu yang di duga merupakan kenyataan dan terjadi secara berulang.
Rolland J. Pallegrin yang dikutip Susanto (1985: 4) bahkan  mengatakan bahwa pendekatan empiris dari sosiologi inilah yang memberi ciri khas kepada sosiologi dan membedakannya dari ilmu sosial lainnnya.
Sosiologi mempelajari tindakan manusia dalam kelompok hidupnya. Selanjutnya dalam kehidupan kelompok, manusia pada umumnya mengikuti kehidupan kelompoknya untuk mengikuti ketentuan yang berlaku. Usaha individu atau kelompok untuk menyesuaikan diri ataupun melawan usaha keseragaman oleh kelompok ataupun masyarakat luaslah yang merupakan bahan penelitian bagi berbagai ilmu sosial lainnya.
Perbadaan  anatar sosiologi dengan ilmu sosial lainnya diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama terletak pada pendekatan penelitiannya. Sosiologi menganalisis dan meneliti kelompok seakan-akan merupakan “sesuatu”, suatu “objek” yang mempunyai ciri khas, walaupun ia mengetahui bahwa bidang penelitian sebagai hubungan antar manusia, sebenarnya bukan sesuatu yang dapat dibatasi dengan nyata. Pendekatan ini didasrkan perlu untuk dapat memperoleh keterangan- keterangan tentang struktur, fungsi dan hubungan dari bagian-bagian keseluruhan kehidupan manusia.
Kenyataan bahwa yang menjadi objek penelitian sosiologi hubungan bukan sesuatu yang dapat dilihat, melainkan hanya di ketahui sebab dan akibatnya menyebabkan penelitian sosiologi mengalami banyak kesukaran. Salah satu kesukaran adalah bahwa manusia yang berhubungan serta tindakannya yang diselidiki tidak dapat diteliti secara terisoslasi dari lingkungan dan pengaruh-pengaruh terhadap dirinya, seperti pengaruh masa lampau, pengaruh kebudayaan, pendidikan dan seterusnya.
Oleh kerena itu dari pendekatan ini sosiologi tidak dapat menbarik kesimpulan dari satu atau dua kejadian saja melainkan dari kejadian yang terjadi secara berulang-ulang serta teratur.
Menurut Pellegrin (1964:17), sosiologi meneliti berbagai bidang yang ditemukan secara berulang dalam kehidupan manusia dan telah merupakan keteraturan yaitu:
1.      Masyarakat;
2.      Kebudayaan;
3.      Lembaga-lembaga dan kelengkapannya;
4.      Diferensiasi sosial;
5.      Kehidupan kelompok;
6.      Pengawasan dan pengandalian sosial;
7.      Perubahan masyarakat;
Menurut Margaret Wilson (Susanto, 1985:6) tema sosiologi yang menjadi pemikiran ahli-ahlinya antara lain;
1.      Manusia sebagai makhluk sosial:bagaimana hubungan dengan masyarakat?
2.      Proses sosial dan ketentuan-ketentuan sosial:apakah masyarakat itu serta bagaimana pembentukannya?
3.      Struktur sosial:bagaimana masyarakat di atur dan ditertibkan?
4.      Kelangsungan hidup dan kelompoksosial: apakah unsur-unsur pengawasan sosial menjamin kelangsungan hidupkelompok/masyarakat, serta bagaimanakah individu paling efektif diawasi oleh masyarakat?
5.      Perubahan masyarakat:apakah yang menyebabkan, faktor-faktor manakah yang menetukan dalam proses ini dan bagaimana mengatasinya?
6.      Sosiologi serta metode: apakah sosiologi itu , apakah dasar penelitiannya, metode manakah yang terbaik baginya?
Dari berbagai pernyataan di atas dan yang sering di bahas di dalam buku-buku sosiologi antara lain:
1.      Proses sosial, berbagai tema yang berhubungan dengan proses sosial yang asosiatifdan disosiatif;
2.      Kelompok sosial yang membicarakan anekaragam bentuk kelompok sosial dan fungsinya;
3.      Kebudayaan dan masyarakat yang membahas anekaragam nilai-nilai yang terkandung dalam cipta, rasa dan karsa manusia dalam masyarakat;
4.      Lembaga kemasyarakatan yang ada dan menangani aneka ragam fungsi dalam kehidupan bermasyarakat;
5.      Pelapisan sosial yang menggambarkan strata struktur dan susunan sosial masyarakat yang terbentuk atas dasar peran dan kedudukan manusia dalam masyarakat;
6.      Kekuasaan dan wewenang, yang membahas batas-batas tugas dan fungsi seseorang dalam masyarakat dan sumber-sumbernya;
7.      Perubahan sosial budaya yang membahas hakikat sumber dan sebab perubahan, pandangan terhadap perubahan, serta perubahn yang bersifat progress dan regress.
Berikut merupakan objek yang dibahas dalam sosiologi;
1.      Objek meterial yaitu kehidupan sosial, gejala-gejaladan proses hubungan antar manusia yang memengaruhi kesatuan manusia itu sendiri;
2.      Objek formal lebih ditekankan pada manusia sebagai makhluk sosial atau masyarakat. Dengan demikian objek formal sosiologi adalah hubungan sosial antarmanusia serta proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat;
3.      Objek budaya merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi hubungan satu dan lainnya;
4.      Objek agama yang dapat menjadi pemicu dalam hubungan sosail masyarakat, dan banyak juga aspek lain atau pun dampak yang memengaruhi hubungan manusia.
Konsep-konsep dalam sosiologi memiliki ciri khas tersendiri untuk dikaji sehingga memiliki karakteristik yang berbeda. Aguste Comte pun mengatakan sosiologi sebagai “ratu ilmu sosial”.
2.   Media
Media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Dalam ilmu komunikasi, media bisa diartikan sebagai saluran, sarana penghubung, dan ala-alat komunikasi. Kalimat media sebenarnya berasal dari bahasa latin yang secara harafiah mempunyai arti perantara atau pengantar.
Media merupakan salah satu bagian esensial yang tak dapat dipisahkan dari era postmodernisme. Pengaruh postmodernisme yang hampir menjangkau seluruh lapisan, tidak dapat dilepaskan dari peran media. Media memiliki kekuatan untuk menenggelamkan realitas, menyederhanakan berbagai isu, dan mempengaruhi berbagai peristiwa.
dampak media dalam beberapa hal sering kali dapat bersifat positivmaupun negatif. sama halnya seperti pisau, tergantung orang yang menggunakan atau menyikapinya. Media yang dimaksud di sini tidak hanya media elektronik, seperti televisi, radio, internet, iklan, akan tetapi juga surat kabar (koran), majalah, jurnal, seminar, diskusi, bahkan barang mewah (bermerek) juga merupakan bagian dari media. Elemen-elemen tersebut memiliki peran strategis dalam peradaban global.
Media berfungsi menyebarkan opini publik yang menghasilkan pendapatan atau pandangan yang dominan, sementara individu dalam hal menyampaikan pandangannya akan bergantung pada pandangan yang dominan, sedangkan media pada gilirannya cenderung memberitakan pandangan yang terungkap.
2.1  Perspektif Sosiologi terhadap Media
      perspektif sosiologi merupakan pola pengamatan ilmu sosiologi dalam mengkaji tentang kehidupan masyarakat dengan segala aspek atau proses social kehidupan di dalamnya. Dalam ilmu sosiologi terdapat dua perspektif besar yang memandang masyarakat dari sisi yang berlawanan yaitu positivisme dan fenomenologi.
Kedua perspektif ini merupakan cikala bakal ataupun ataupun akar dari berbagai perspektif sosiologi lainnya. positivisme yang dipelopori Aguste Comte memandang bahwa semua pengetahuan harus berdasarkan pada ilmu semua pengetahuan harus berdasarkan pada ilmu (science) atau dengan pemikiran ilmiah dengan tujuan untuk menemukan hukum-hukum umum. Adapun teori-teori yang paling dominan dalam perspektif makro adalah teori-teori yang menekankan integrasi dan harmoni dan teori-teori yang menekankan konflik.
Positivisme masuk kedalam kelompok besar  strukturalisme yang mengacu pada analaisis sosiologi makro yang melihat masyarakat secara keseluruhan, dan bagaimana masyarakat tersebut terstruktur dengan asumsi pokok bahwa ada suatu sistem nilai dalam masyarakat yang mengatur perilaku masyarakat.
Setiap individu mempelajari berbagai aturan norma dan kepercayaan melalui proses sosialisasi di masyarakat sampai akhirnya mengalami proses internalisasi mengenai bagaimana seseorang harus berperilaku baik atau buruk benar atau salah dan sebagainya. Ketaatan pada aturan tersebut merupakan prasyarat masyarakat agar dapat bertahan secara terintegrasi, stabil dan dinamis.
Sedangkan fenomenologi oleh Edmund Husserl dan Alfred Schutz menentang pendekatan positivisme, karena hukum-hukum seperti itu bersifat ilusif, yang akhirnya terjarat pada determinisme. Menurut ahli fenomenologi, perilaku manusia tidaklah sepenuhnya di atur oleh hukum-hukum ekternal.
Dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara pendekatan Positivisme dan fenomologi diantaranya adalah pada Positivisme melihat sesuatu dengan pendekatan struktur atau pendekatan makro, yaitu bagaiman struktur memengaruhi perilaku manusia. Sedangkan pendekatan fenomonologi mengambil sekala kecil sebagai point of entry, dengan menekankan pada sosial action, bukan pada struktur yang abstrak.
Perspektif sosiologi dapat mempengaruhi jalannya media. Media ini bisa banyak macam dari media cetak maupun media elektronik. Dalam berbagai tayanggannya media dapat berisi berbagai konten yang dipengaruhi oleh perspektif sosiologi.
2.2  Perspektif Fungsionalis Terhadap Media
      Dalam perspektif fungsionalis masyarakat dilihat sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerjasama secara terorganisasi yang bekerja dalam suatu cara yang agak teratur menurut seperangkat aturan dan nilai yang di anut. Talcott Parsons, Kingslay Davis dan Robert Merton sebagai para juru bicara yang terkemuka, setiap kelompok atau lembaga melakukan tugas tertentu dan terus menerus karena hal itu fungsional.
Perubahan sosial mengganggu keseimbangan masyarakat yang stabil namun tidaklah lama, muncullah keseimbangan yang baru. Sebagai contoh, dalam sebagian besar sejarah, keluarga besar sangat di dambakan. Tingkat kematian tinggi dan keluarga besar membantu untuk meyakinkan adanya beberapa yang selamat.
Khususnya di Amerika, suatu benua yang cukup luas yang belum cukup memiliki tenaga kerja untuk melaksanakan pekerjaan, secara fungsional keluarga besar bermanfaat. Namun dengan padatnya penduduk dunia dan tingkat kematian rendah keluarga besar bukan lagi menjadi rahmat.
Dengan kata lain keluarga besar menjadi gangguan fungsional dan mengancam kesejahteraan masyarakat. Maka keseimbangan baru sedang dalam proses dimana, ganti tingkat kematian dan tingkat kelahiran yang tinggi. kita akan kita akan mengalamui tingkat kematian dan kelahiran yang rendah. Jadi suatu nilai atau kejadian pada suatu waktu atau tempat dapat menjadi fungsional atau disfungsional pada saat dan tempat yang berbeda.
      Teori komunikasi massa sangat di butuhkan untuk memberi penjelasan tentang peranan media dalam sebuah sistem. Lahirlah teori fungsional pada tahun 1950-1960 an. Melalui teori fungsionalisme ini pengaruh dari komunikasi massa dalam kehidupan sosial di dunia bisa dijelaskan dan dipahami, dan pada saat yang sama efeknya dapat dibatasi oleh fungsi bagian lain dari sebuah sistem. 
Media dalam kacamata fungsionalisme merupakan pemegang penting dan memberikan suatu pengaruh pada sistem sosial yang besar.
Pengaruh-pengaruh tersebut diantaranya:
-          Media dapat menguatkan masyarakat. Sebagai agen sosialisasi media meningkatkan perpaduan secara sosial dengan meperkenalkan secara umum budaya-budaya yang baru.
-          Media dapat menguatkan norma-norma sosial. Media menguatkan perilaku yang pantas dengan menunjukan apa yang terjadi, kepada orang-orang yang melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di tengah suatu masyarakat.
-          Media dapat memberikan status .
-          Media dapat meningkatkan perilaku konsumtif. Dengan periklanan di media yang mendukung perekonomian dan berbagaiinformasi yang dibutuhkan.
-          Media dapat memberikan berbagai informasi tentang lingkungan masyarakat sekitar.
Fungsionalisme memiliki asumsi bahwa apapun yang ada dalam sistem merupakan sesuatu yang bebas nilai. sehingga secara langsung fungsionalisme menawarkan suatu cara pandang perihal keseimbangan peran media dalam masyarakat. Fungsionalis berargumentasi bahwa ilmu sosial tidak memiliki basis dan kebutuhan untuk membuat penilaian atas media, karena dalam praksisnya Merton menganggap media memiliki dua fungsi yaitu fungsi manifes dan dan fungsi laten.
beberapa kekuatan fungsional adalah, Posisi media dan pengaruhnya di dalam sebuah system sosial yang lebih luas, Menawarkan pandangan yang seimbang tentang peran media dalam masyarakat dan didasarkan pada penelitian empiris dan panduan.
2.3   Perspektif Konflik Terhadap Media
      Perspektif konflik secara luas di dasarkan pada karya Karl Marx, yang melihat peretentangan dan eksploitasi kelas sebagai penggerak utama dari kekuatan-kekuatan sejarah. Perspektif konflik ini pada mulanya banyak di abaikan oleh para sosiolog atau bisa di katakan bergerak di tempat saja tanpa ada yang mengembangkannya lebih lanjut.
Namun pada akhirnya sekarang ini perspektif konflik di bangkitkan kembali oleh para tokoh sosiologi diantaranya oleh C.Wight millis, Lewis Coser, Aron, Dahendrof, Chambliss,Collins. Mereka membangkitkan kembali perspektif konflik yang didasarkan oleh karya Karl Max.
      Para teoritis konflik melihat bahwa masyarakat berada dalam konflik yang terus menerus diantara kelompok dan kelas. Sekalipun Marx memusatkan perhatiannya pada pertentangan antar kelas untuk pemilikan atas kekayaan yang produktif. Namun para teoritis berpandangan suatu masyarakat sebagai terikat bersama karena kekuatan dari kelompok atau kelas yang dominan.

      Mereka menganggap bahwa nilai-nilai bersama yang dilihat oleh para fungsionalis sebagai suatu ikatan pemersatu tidaklah benar-benar konsensus yang benar. Sebaliknya konsensus tersebut adalah ciptaan kelompok atau kelas yang dominan untuk memaksakan nilai-nilai serta peraturan mereka terhadap semua orang.
Menurut para teoritis konflik, para fungsionalis gagal mengajukan pertannyaan”secara fungsional bermanfaat untuk siapa”. Teori konflik ini menolak anggapan bahwa manusia berada dalam kondisi stabil dan tidak berubah. Sebaliknya, masyarakat dilihat dalam suatu kondisi tidak seimbang atau tidak adil, dan keadilan atau keseimbangan dapat digunakan dengan menggunakan kekuatan revolusi terhadap kelompok-kelompok yang memegang kekuasaan.
Dalam masyarakat industri kapitalis, Marx dan Engels menyebut para pengusaha sebagai kaum borjuis atau kapitalis, dan karyawan atau buruh sebagai kaum proletar yang tertindas. Keduanya bersifat antagonistik, yang pada akhirnya menyebabkan kaum proletar melakukan perlawanan dalam bentuk revolusi.
Padaera reformasi, media Indonesia mempunyai kebebasan berpolitik, berpendapat, berdemokrasi juga berekonomi. Yang sebelumnya terkekang pada masa era orde baru. Para pemilik modal di belakang media merupakan kelompok dominan yang berkepentingan menyebarkan wacana atau ideologi, hingga membangun kultur dan ideologi dominan, sekaligus intrumen perjuangan kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.
Belakangan hegemoni itu, terutama media televisi, makin disemarakkan perayaan hedonisme dan upaya memuaskan mayoritas yang diam tadi. Teks budaya yang dihidangkan media merupakan teks yang jauh dari pemenuhan nilai estetis. Program berita menjadi tidak percaya diri dan ikut berlomba laksana program infotainment demi memburu rating dan share.  Pemunculan kasus video porno mirip artis di seluruh program berita di televisi menjadi pembuktian matinya nilai estetis dan objektivitas yang selama beratus-ratus menjadi nilai sakral para jurnalis.
Kepemilikan Media sekarang ini banyak di kuasai oleh beberapa orang saja.contohnya di Indonesia, Stasiun televisi yaitu MNC TV, RCTI, Global TV. Ketiga stasiun TV tersebut adalah milik salah satu politisi di Indonesia. hal itu dapat berbahaya jika, media dipakai untuk bahan politik kepentingan pribadi atau kelompok. Informasi yang di sajikan di media tersebut bisa saja bersifat subjektif membela kepentingan pemilik. Bukan lagi bersifat objektif.
Contoh kasus yang terjadi baru-baru ini adalah. Media di gunakan sebagai alat pembentuk citra atau image oleh sebagian pemilik media yang ikut serta dalam pesta politik. Mereka menggunakan media iklan, Talkshow, serta kuis di dalamnya untuk berkampanye atau membentuk citra diri maupun partai yang tentu pasti sifatnya itu subjektif bukan objektif.
Media yang seharusnya menjadi ruang publik berubah menjadi ranah pribadi. Tempat masyarakat memperoleh berbagai macan informasi yang tepat dan akurat. Bukan malah memilih kepentingan golongan.
TVRI pun seharusnya sudah membuka diri sebagai sebuah televisi swasta yang isi tampilannya benar-benar untuk kepentingan publik bukan hanyadi gunakan untuk corong pemerintah saja. Yang sekarang ini masih tetap berjalan. 
KPI diharapkan lebih berani dalam mengawasi dan mengembalikan kembali ranah publik media sebagai cita-cita awal yang di rampas oleh kepentingan pemilik modal atau penguasa. Sehingga penayangan media bisa menjadi lebih hati-hati. Konten yang di tayangkan pula tidak menjurus pada konsep ras, agama, dan gender. Dan juga dapat membuat wacana-wacana yang lebih bermakna lagi (informatif dan berimbang ) kepada khalayak umum atau publik.
Pengawasan ini pula dapat mencegah adanya dampak buruk pada tayangan-tanyangan yang di sampaikan media kepada khalayak yang dapat menimbulkan atau membuat konflik di tengah masyarakat. Contohnya dalam memberitakan hal yang sangat sensitif seperti:
-        - Gender.
-        -  Ras.
-         -etnis dan
-          - kelas sosiol.
 Haruslah melawati proses gatekeeping yaitu bagaimana materi harus melewati berbagai pemeriksaan yang ada sebelum berbagai informasi tersebut disampaikan kepada publik. Gatekeeping dapat dilakukan oleh KPI sebagai lembaga penyiaran Indonesia yang mengawasi penyiaran di Indonesia.
Teori Hegemoni Media, hegemoni didefinisikan sebagai dominasi satu kelompok terhadap kelompok lainnya dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga idea-idea yang disampaikan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar.
Dalam hegemoni, kelompok yang mendominasi berhasil mempengaruhi kelompok yang didominasi untuk menerima nilai-nilai moral, politik, dan budaya dari kelompok dominan.
Penerapan hegemoni media agak sulit di lakukan sehingga dalam pelaksanaannya hegemoni media secara perlahan-lahan memperkenalkan, membentuk dan menanamkan pandangan tertentu pada khalayak. Peran media adalah untuk membangun dukungan masyarakat dengan cara mempengaruhi dan membentuk alam pikiran mereka dengan menciptakan sebuah pembentukan dominasi melalui penciptaan sebuah ideologi yang dominan.
Menurut paradigma hegemoni, media massa adalah alat penguasa untuk menciptakan ketaatan. Pada abad ke 21 ini perkembangan industri media berjalan sangat cepat. Banyak media yang besar dan untuk kepemilikannya terkonsentrasi atau bisa di sebut memusat hanya ada pada beberapa kalangan saja.
Pengaruh media dari individu ke masyarakat. Dengan media setiap bagian dunia bisa saling terhubung tanpa adanya batasan lagi. Atau biasa di sebut dengan Global Village. Dengan media kejadian apapun dimanapun dengan cepat bisa di ketahui oleh berbagai negara, kota, atau desa.
Keberadaan media dimana-mana dan juga periklanan telah mengubah pengalaman sosial dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kebudayaan masyarakat tidak terlepas dari media, dan budaya itu sendiri direpresentasikan dalam media.
Eksploitasi pers dan media sekarang ini telah menuju kearah penciptaan supremasi media yang mengancam keberadaan cara pandang objektif dan ruang publik. Hal ini sesuai dengan pandangan teori hegemoni yaitu peran media bukan lagi sebagai pengawas pemerintah, tetapi justru menopang kaum kapitalis dengan menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka. Media secara perlahan-lahan memperkenalkan, membentuk dan menanamkan pandangan tertentu kepada khalayak.
Tidak hanya urusan politik dan ekonomi saja, melainkan dapat menyangkut beberapa unsur lain yaitu diantaranya menyangkut masalah budaya, kesenian bahkan menyangkut ke hal yang lebih ringan sekalipu yaitu menyangkut tentang gaya hidup.
Seseorang pengguna media yang mempunyai literasi media atau melek media akan berupaya memberi reaksi dan menilai sesuatu pesan media dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Kajian literasi media menyediakan pengetahuan, informasi, dan statistik tentang media dan budaya, serta memberi pengguna media dengan satu set peralatan untuk berfikir dengan kritis terhadap idea, produk atau citra yang disampaikan dan dijual oleh isi media massa.
Tujuan dasar literasi media ialah mengajar khalayak dan pengguna media untuk menganalisis pesan yang disampaikan oleh media massa, mempertimbangkan tujuan komersil dan politik di balik suatu citra atau pesan media, dan meneliti siapa yang bertanggungjawab atas pesan atau idea yang diimplikasikan oleh pesan atau citra itu.
Dalam upaya menyikapi pengaruh buruk dan hegemoni media massa, saat ini berkembang pemikiran tentang media literasi. Kajian ini merupakan gerakan penting di kalangan kumpulan-kumpulan advokasi di negara maju untuk mengendalikan kepentingan dan pengaruh media massa dalam kehidupan individu, keluarga dan masyarakat serta membantu kita merancang tindakan dalam menangani pengaruh tersebut.
Misalnya Amerika yang seolah negara terkuat, superhero, penyelamat dunia. Dengan pandainya, mereka melakukan hegemoni ini melalui film-film mereka yang ditonton sebagian besar masyarakat dunia. Coba perhatikan film-film science fiction seperti Armageddon, Independence Day, Mars Attack, dan lain sebagainya. Sehingga para penonton juga akan terbawa serta tertanam di pikirannya untuk membenarkan isi film yang di gambarkan tersebut.
2.6  Perspektif Feminisme Terhadap Media
      Feminisme adalah sebuah paham yang munul ketika wanita untuk menuntut kesetaraan hak yang sama  dengan  pria. Istilah ini pertama kali di gunakna di dalam debat politik di perancis di akhir abad ke 19. Menurut June Hannam  di dalam buku feminism, kata feminisme bisa diartikan sebagai:
1.      Pengakuan tentang ketidak seimbangan kekuatan antara dua jenis kelamin, dengan peranan wanitadi bawah pria.
2.      Keyakinan bahwa kondisi wanita terbentu secara sosial maka dari itu dapat di ubah.
3.      Penekanan pada otonomi wanita.
      Orang yang menganut paham feminisme ini disebut degan feminis. Sebagai sebuah faham, feminisme berupaya untuk memperjuangkan transformasi sosial guna mewujudkan dunia dengan pranata sosail yang adil secara gender (jenis kelamin). 
Feminisme sebagai salah satu teori sosial adalah untuk menganalisis dan menjelaskan akar penyebab, dinamika dan struktur penindasan terhadap perempuan. Dengan kata lain feminisme mempermasalahkan penyebab ketimpangan dan ketidak adilan dalam pola relasi kuasa yang terjadi antara perempuan dengan laki-laki, maupun anatara perempuan dengan perempuan anatar lintas kelas.
      Sebagai teori sekaligus gerakan, feminisme adalah alat untuk akar penyebab pola relasi yang simetri antara laki-laki dan perempuan, penyebab terjadinya penindasan terhadap perempuan, sekaligus reaksi dan perlawanan terhadap situasi yang menindas dan tidak adil terhadap perempuan.
Di Indonesia, feminisme telah berkembang sebagai perspektif dengan cukup luas. Tokoh-tokoh feminisme di Indonesia tidak hanya hadir dari kalangan perempuan, tetapi juga laki-laki. Perspektif feminisme itu digunakan dalam berbagai ruang akademik. Tokoh-tokoh seperti Siti Musdah Mulia, Gadis Arivia, KH. Husein Muhammad, Faqih Abdul Qadir, telah banyak mempublikasikan pandangan-pandangan feminismenya di Indonesia.
Dalam dua dekade terakhir, kelompok feminis meluncurkan beberapa teori yang secara khusus menyoroti kedudukan perempuan di tengah masyarakat. Feminis berupaya menggugat kemapanan patriarki dan berbagai bentuk stereotyp gender lainnya yang berkembang luas di dalam masyarakat.
Kaum feminis ini terbagi menjadi beberapa aliran, yang secara umum dapat di kelompokan kedalam tiga aliran yaitu anatara lain yaitu diantaranya feminisme liberal, feminisme radikal dan feminisme marxit/sosialis.
1.      Feminisme liberal
Dasar pemikiran kelompok ini adalah semua manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan seimbang dan serasi dan mestinya tidak terjadi penindasan antara atau dengan yang lainnya. dalam hal ini wanita juga seharusnya mempunyai kesempatan yang sama dengan pria untuk menjadi sukses di dalam suatu masyarakat. feminisme liberal di inspirasi oleh prinsip-prinsip pencerahan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai kehususan.
Menurut paham ini keadilan gender dapat dimulai dari diri kita sendiri. Hal yang harus diperhatikan diantaranya.
-          Pertama, peraturan untuk permainannnya harus adil.
-          Kedua, pastikan tidak ada pihak yang ingin memanfaatkan sekelompok masyarakat lain dan sistem yang dipakai seharusnya sistematis serta tidak ada yang dapat dirugikan.
            Walaupun menganut paham feminisme liberal, kelompok ini tetap menolak persamaan secara menyeluruh antara laki-laki dan perempuan dalam beberapa hal. Dalam beberapa hal terutama yang berhubungan dengan reproduksi, aliran ini masih memandang perlunya ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan.
Kelompok ini membenarkan perempuan bekerja bersama laki-laki mereka menghendaki agar perempuan di integrasikan secara total di dalam semua peran termasuk bekerja di luar rumah. Meraka memandang organ reproduksi bukan penghalang terhadap peran-peran tersebut.
2.      Feminisme Radikal
            Aliran ini muncul di permulaan abad ke-19 dengan mengangkat isu besar yaitu menggugat semua lembaga yang dianggap merugikan perempuan seperti lembaga patriarki yang dinilai merugikan perempuan, karena jalas-jelas ini menguntungkan laki-laki.
            Feminis Radikal merupakan julukan untuk para feminis revolusioner yang memperkenalkan cara berpikir baru dengan cara praktek meningkatkan kesadaran. Para wanita akan berkumpul bersama di dalam sebuah kelompok kecil dan saling berbagi pengalaman pribadi mereka sebagai wanita.
Feminis radikal ini menganggap sistem patrialisme terbentuk oleh kekuasaan,dominasi, hirarki dan kompetisi. Namun hal tersebut tidak bisa di reformasi dan bahkan pemikirannya harus di rubah. Kelompok feminis radikal ini fokus kepada jenis kelamin, genderdan reproduksi sebagai tempat untuk mngembangkan pemikiran fasisme mereka.
Ketertindasan perempuan berlangsung cukup lama dan dinilai merupakan penindasan yang teramat panjang yang ada di dunia. Pernyataan ini didukung oleh pendapat dari Alison Jaggar dan Paula Rothenberg, yaitu dilihat dari lima aspek:
-          Dilihat dari sejarah, wanita adalah kelompok pertama yang tertindas.
-          Penindasan wanita adalah penindasan yang paling banyak tersebar luas, dan dapat dilihat secara nyata di setiap kelompok masyarakat yang kita tahu.
-          Penindasan wanita adalah bentuk penindasan yang paling sulit dibasmi dan tidak dapat dihilangkan dengan penggantian status sosial lainnya seperti penghapusan kelas masyarakat.

-          Penindasan wanita menyebabkan penderitaan yang terburuk bagi korbannya, baik secara kualitas maupun jumlahnya, walaupun korban yang bertahan seringkali tidak dianggap dikarenakan penilaian berdasarkan jenis kelamin dari si penindas dan korban.
-          Penindasan wanita menyediakan contoh konseptual untuk mengerti penindasan dalam bentuk lainnya.
            feminisme radikal menekankan para wanita untuk menyeimbangkan sifat feminim dan maskulin di dalam dirinya atau sering disebut dengan istilah androgini. Wanita yang memiliki sifat androgini adalah wanita yang memiliki karakter baik dari sifat-sifat maskulin dan feminim di dalam dirinya atau lebih ekstrimnya lagi, mempunyai campuran sifat maskulin dan feminim, baik atau buruk sesuai dengan apa yang mereka sukai.
3.      Feminisme Marxis-Sosilis
            Aliran ini berusaha untung menghilangkan struktur kelas dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin dengan melontarkan isu bahwa ketimpangan peran anatara kedua jenis kelamin itu sesungguhnya itu lebih disebabkan oleh faktor budaya alam.
Sebagai salah satunya adalah wanita di anggap mempunyai kedudukan yang lebih rendah di dalam masyarakat tradisional jika dibandingkan dengan laki-laki. Karena latar belakang sejarah dan latar belakang biologis suatu masyarakat.
Pada dasarnya dari ketiga aliran feminisme di atas, mempunyai tujuan yang utama di dalamnya yaitu untuk memperjuangkan kemerdekaan atau persamaan status dan peran sosial antara perempuan dan laki-laki sehingga kedepannya kita tidak lagi mendengar adanya kasus atau masalah ketimpangan gender.
Salah satu contoh Konstruksi media terhadap identitas dan peran melalui film yaitu, Pertentangan yang memperlihatkan pemikiran Disney Corporation terhadap wanita yang konfliktual dengan stand point feminisme muncul disebabkan oleh informasi dalam konten film yang sering disebut sebagai moral of the story, berimplikasi pada pembentukan karakter anak-anak perempuan dimasa awal.
Opsi yang ditunjukkan oleh Disney dengan dongeng puteri kerajaannya adalah perempuan bisa bermimpi dan berharap datangnya seseorang yang menyelamatkan hidupnya, bukan berusaha dan berjuang untuk hidupnya sendiri.
Hal ini sangat tidak kondusif bagi pembentukan kesadaran diri perempuan, dan berimplikasi pada sikap yang dependent, termasuk pada laki-laki ketika perempuan menghadapi persoalan dalam kehidupan.
Dengan melihat sudut pandang Disney lewat film-filmnya para feminist merespon dengan berbagai kritikan tajam dan kemudian mempengaruhi dinamika hubungan keduanya. Interaksi antara para feminis dengan Disney corporation menghasilkan berbagai transaksi satu dan teramifikasi ke transaksi seterusnya.
Hal ini bisa dilihat dari transformasi karya Disney dari waktu ke waktu mengalami perubahan dari yang semula peran laki-laki mendominasi, kini lebih terlihat equal.  Meskipun tidak begitu signifikan dalam plot filmnya yang selalu berakhir dengan bahagia, namun transformasi karakter protagonist putri Disney dari masa ke masa merupakan pemenuhan tuntutan para feminis. Persoalannya adalah setiap transformasi karakter film yang diproduksi oleh Disney berjalan begitu lambat, dan tidak seiring dengan transformasi social, terutama bila ingin kompatibel dengan perkembangan pandangan feminism.
Sebagai penggambaran di media. Terutama di televisi. Wanita yang menjadi objek seringkali berada pada posisi dimana wanita dilihat dari sosok yang bersifat biologis saja, yakni kecantikan wajahnya, keindahan rambutnya, kemolekan dan kesensualan tubuhnya, kemerduan suaranya dan unsur sejenis lainnya.
Unsur-unsur itulah yang di anggap sebagai komoditas yang amat laku pada industri pertelevisian. Perempuan dalam kondisi demikian bisa berupa bintang iklan, bintang sinetron dan lain-lain. kabanyakan iklan yang menunjukan perempuan sebagai citra maupun metode persuasinya lebih cenderung menampilkan sosok biologis mereka baik kecantikan, keindahan rambut dan lain-lain.


Sosok non biologis seringkali tidak begitu di tonjolkan atau mungkin tidak pernah di tonjolkan seperti intelektual, keterampilan dan keahlian dan profesionalitas perempuan. Posisi demikian perempuan yang demikian melahirkan protes masyarakat terhadap televisi.
Gerakan feminis pada 1960 an muncul karena adanya kekecewaan dan protes terhadap citra perempuan yang demikian yang selalu di tampilkan di televisi. Mereka hawatir itu akan menjadi budaya kedepannya. Dan menganggap perempuan hanya bisa di kembangkan dalam bidang biologisnya dan tidak mempunyai banyak kemampuan di bidang non biologis.
Namun di sisi lain, gerakan feminis di lain sisi di untungkan juga dengan adanya media.            Perkembangan media akhir-akhir ini tidak dapat di pungkiri berlangsung secara cepat, terutama media cetak seperti Televisi. Peranan mediapun bermacam-macam. Dari peranan utamanya yaitu berfungsi sebagai sarana yang informatif, edukatif dan hiburan. media juga berperan dalam sosialisasi feminisme dan media pendukung terjadinya gerakan feminisme.
Dalam wacana mengenai perempuan, media selalu mengangkat berita mengenai kekerasan perempuan dalam rumah tangga, penyiksaaan tenaga kerja wanita di luar negeri dan ketangguhan perempuan dalam kemelut hidup. Melalui media, perempuan memberikan seruan, melalui media pula perempuan menuntut adanya persamaan gender, penghapusan diskriminasi dan perbedaan gender, baik dalam pekerjaan (ekonomi), rumah tangga, politik, sosial maupun budaya.
Media yang menjadi salah satu media komunikasi informasi kepada masyarakat di suatu bangsa atau di lingkup internasional. Media dapat memberikan bantuan pada pergerakan kaum feminisme. Media sebagai wadah negoisasi kaum feminis, tempat pergulatan wacana kritis persoalan feminisme, yang berisikan pro dan kontra terhadap gerakan feminisme. Mengangkat suatu tema perempuan dalam setiap sudut pergerakannya.
Pada suatu wacana pada harian Kompas, mengangkat sebuah tema perjuangan perempuan. Wacana ini menceritakan tentang seorang perempuan janda paruh baya bernama Marni, yang berjuang sendirian untuk tetap hidup dengan bertani cabai.
Dalam wacana tersebut diilustrasikan bagaimana Marmi menjalani kehidupan sehari-hari dan kehebatannya dalam menghadapi tuntutan hidup. Marmi yang harus bergelut dengan tanah dan lumpur, belum lagi jika panas matahari mulai menyengat kulitnya. Bagaimana marni harus menggarap lahan sendirian, tanpa suami dan anak yang mendampinginya.
Halitu dapat membuka mata orang yang membaca cerita tersebut dapat berpikir bahwa wanitapun dapat melakukan hala yang sekarang ini sering di presepsikan hanya kaum laki-laki yang hanya bisa melakukannya.
Kaum feminis percaya bahwa media sering menyajikan perempuan sebagai pembersih, ibu rumah tangga, pembantu rumah tangga memberikan kenyamanan dan dukungan untuk laki-laki, pria objek seks untuk kebutuhan seksual pria layanan, dll. Kaum feminis percaya bahwa keterwakilan gender ini merupakan aspek patriarki. Kaum feminis percaya bahwa media menunjukkan peran-peran ini yang alami dan normal. Kaum feminis melihat ini sebagai contoh patriarki ideologi-seperangkat keyakinan yang mendistorsi realitas dan mendukung dominasi laki-laki.
Tapi disisi lain pentingnya media dalam menampilkan suatu wacana feminisme sangat membantu dalam pergerakan kaum feminis tersebut dalam menunjukan eksistensinya. Para feminis bisa mengeluarkan seruan-seruannya melalui media yang berperan sebagai sarana pergerakan dan negosiasi kaum feminisme akan kesetaraan gender, pengkritikan ketidakadilan gender, bahkan sampai dengan pengangkatan tematik ke khalayak ramai mengenai perempuan melalui media.
Contoh lainnya adalah jika ada kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di dalam atau di luar negeri. Dan kasus tersebut di muat di media, maka akan cepat berdampak pada para pembacanya. Yang akan merasa simpati ataupun lebih dari itu yaitu sikap empati untuk melakukan gerakan-gerakan yang menolak kekerasan terhadap tenaga kerja tersebut dan mendesaknya untuk para pemimpin agar dapat cepat menyelesaikan persoalan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
B.Horton, Paul & L.Hunt, Chester.1987.Sosiologi.Jakarta:Penerbit Erlangga.
Barrat. David. 1994.Media Sociology.London:Tavistock Publications, Ltd.
Bungin, M.Burhan.2006.Sosiologi Komunikasi.Jakarta.Kencana Prenada Media Group.
Light, Donald. 1989. Sociology. Amerika: Suzanne Infeld.
Rose, Jerry D. 1980. Introduction To Sociology. USA: Rand Mcnally College Publshing Company
Rusli Karim, Muhammad. 2009 .Seluk Beluk Perubahan Sosial. Surabaya : Usaha Nasional.
Soenarto, Kamanto. (1993). Pengantar Sosiologi. Jakarta: UI. Press.

Subandy.Idi & Suranto.Hanif.Ideologi Gender Dalam Ruang Publik.Bandung:P.T Remaja Rosdakary.
Syam, Nina W.2012.Sosiologi Sebagai Akar Ilmu Komunikasi.Bandung:Simbiosa Rekatama Media.

Wright, Charles R.1985.Sosiologi Komunikasi Massa.Bandung:Penerbit Remadja Karya.

0 komentar:

Posting Komentar